LAPORAN RESMI
FAKKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
I.
Nama
:
1.
Hastuti Tri Ratna Ningrum
(16030204010)
2.
Regi Hayu
Nirwana
(16030204015)
3.
Noviyanti
Permatasari
(16030204016)
II. Program/Proram Studi :
S1 Pendidikan Biologi
III. Jurusan
: Biologi
IV. Judul
Praktikum
: TERMOKIMA
V. Hari/Tanggal
Praktikum : Jum’at/ 07 Oktober 2016
VI. Tujuan
Praktikum
:
1. Membuktikan bahwa
setiap reaksi kimia disertai penyerappan atau pelepasan kalor
2. Menghitung
perubahan kalor yang terjadi dalam betrbagai jenis reaksi kimia
Penetralan adalah reaksi dari asam dan
basa, dan titrasi adalah teknik yang biasanya digunakan untuk penetralan. Titik
kritis titrasi adalah titik ekiuvalen, dimana titk satu asam dan basa berada
bersama-sama dalam proposisi stoikiometri, tanpa sisa. Kita bisa mneggunakan
perubahan warna indikator asam basa untuk menetapkan titik ekiuvalen. Titik
pada titrasi dimana indikator berubah warna yang dinamakan titik akhir dari
indikator, yang didapatkan dengan cara menyesuaikan titik akhir indikator
dengan titik ekivalen dan penetralan. Sehingga kita memerlukan suatu indikator
yang perubahan warnanya terjadi dalam rentang pH yang meliputi pH sesuai dengan
ekivalen. Semua nilai-nilia yang didapatkan digambarkan dalam kurva titrasi
untuk reaksi penetralan grafik pH versus volume titrasi (larutan yang
ditambahkan dari buret).
Reaksi asam basa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau
larutan basa. Penentuan itu dilakukan dengan cara meneteskan larutan basa yang
sudah diketahui konsentrasinya ke dalam sejumlah larutan yang belum diketahui
konsentrasinya atau sebaliknya. Penetesan dilakukan hingga asam dan basa tepat
habis bereaksi. Dengan demikian konsentrasi asam atau basa dapat ditentukan
jika salah satunya sudah diketahui.
Untuk mengetahui pencapaian titik ekivalen diperlukan indikator yang sesuai.
Indikator yang digunakan harus mempuyai trayek di sekitar titik ekivalen.
Titrasi (penetesan) dilakukan hingga indikator tepat berubah warna.
A.
Perubahan pH pada Titrasi Asam Basa
Larutan asam memiliki pH kurang dari 7.
Sedangkan larutan basa memiliki pH lebih dari 7. Dengan demikian, pH larutan asam
akan naik jika dititrasi dengan larutan basa. Sebaliknya, pH larutan basa akan
turun jika di titrasi dengan larutan asam. Karena penambahan tersebut kurva
titrasi berbentuk seperti hutuf S dengan bagian tengahnya merupakan titik
ekivalen.
1.
Mula-mula penambahan basa kuat menyebabkan kenaikan pH sedikit demi sedikit.
Akan tetapi kenaikan pH menjadi drastis apabila mendekati titik ekivalen.
Secara stoikiometri, jika konsentrasi asam dan basa yang digunakan sama, titik
ekivalen dicapai pada saat volume asam sama dengan volume basa. Perubahan
drastis terjadi pada pH antara 4 hingga 10.
2.
Titik ekivalen terjadi pada pH sama dengan 7, yaitu pada saat asam tepat pada
pH sama dengan basa sehingga pada titik ekivalen bersifat netral.
3.
Titrasi asam kuat oleh basa kuat dapat menggunakan indikator metil merah atau
penolptalein. Namun, perubahan warna pada titik ekivalen indikator penolptalein
lebih tajam dari pada indikator metil merah. Oleh karena itu indikator
penolptalein lebih sering digunakan.
B.
Titrasi Asam Lemah oleh Basa Kuat
Titrasi asam lemah (HA) oleh basa kuat agak
berbeda dengan titrasi asam kuat dengan basa kuat dalam larutannya, sebagian
besar asam lemah berbeda dalam melakukan HA langsung dapat diikat oleh CH3COOH
+ OH → H2O + CH3COO
Dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
pH mula-mula lebih tinggi dan pada grafik titrasi asam kuat oleh basa kuat. Hal
itu disebabkan asam lemah mengion sebagian.
2.
Terjadi peningkatan pH yang agak tajampada awal titrasi. Hal itu terjadi karena
ion asetat yang dihasilkan bertindak sebagai ion senama, sehingga dapat menekan
pengionan asam asetat.
3.
Sebelum mengenal titik ekivalen, perubahan pH terjadi sevara bertahap. Larutan
yang terdiri atas asam lemah dan basa konjugasi merupakan larutan bufer.
4.
Garam yang terbentuk setelah akhir titrasi pada titrasi asam lemah oleh basa
kuat bersifat basa sehingga tituk ekivalen memiliki pH di atas 7, tepatnya
antara 8 hingga 9. Hal itu terjadi karena garam yang terbentuk adalah garam
terhidrolisis.
5.
Perubahan pH tampak mencolok terjadi pada pH 7 sampai 10.
6.
Setelah titik ekivalen, kurva titrasi asam lemah oleh basa kuat identik dengan
kurva titrasi asam kuat oleh basa kuat. Pada keadaan ini, pH ditentukan oleh
konsentrasi OH- bebas.
7.
Indikator yang digunakan untuk menunjukkan titik ekivalen adalah penolptalein.
Adapun meti merah tidak dapat digunakan krena trayeknya jauh di bawah titik
ekivalen.
C.
Titrasi Basa Lemah oleh Asam Kuat
Dalam larutan sebagian besa basa lemah
berada dalam molekulnya COH, bukan sebagai C+ dan OH- , karena
hanya bisa terionisasi sebagia. Dengan penambahan asam kuat, ion hidroksida
pada molekul COH langsung dapat diikuti oleh ion H+ dari asam.
Persamaan reaksi kimia pada titrasi basa lemah, misalnya NH4OH oleh
asam kuat. Misalnya HCl2 dapat dituliskan sebagai berikut.
NH4OH + H+ --> H2O
+ NH4+
Hubungan perubahan pH terhadap volume asam
pada titrasi basa lemah oleh asam kuat dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.
pH mula-mula lebih tinggi dan pada grafik titrasi asam kuat oleh basa kuat dan
titrasi asam lemah oleh basa kuat. Hal itu disebabkan pH basa selalu lebih
besar daari pada 7.
2.
Terjadi penuruna pH yang agak tajam pada awal titrasi. Hal itu terjadi karena
ion amonium yang dihasilkan bertindak sebagai ion senama sehingga dapat menekan
penggunaan amonium hidroksida.
3.
Sebelum mencapai titik ekivalen, perubahan pH terjadi secara bertahap. Hal itu
terjadi akrena larutan mengandung NH4OH dan NH4+
cukup banyak. Larutan yang terdiri atas basa lemah dari asam konjugasinya
merupakan larutan bufer.
4.
Nilai pH di tentukan dengan persamaan pH = 14 – pOH. Nilai pOH pada saat [NH4OH] = [NH4+]
sama dengan nilai pKb.
5.
Garam yang terbentuk setelah akhir titrasi pada titrasi basa lemah oleh asam
kuat bersifat asam sehigga titik ekivalen memiliki pH dibawah 7. Hal itu
terjadi karena garam yang terbentuk adalah garam terhidrolisis.
6.
Perubahan pH tampak mencolok terjadi pada pH 4 sampai 7.
7.
Nilai pH setelah titik ekivalen ditentukan oleh jumlah ion H+ yang
terdapat dalam larutan.
8.
Indikator yang digunakan untuk menunjukkan titik ekivalen adalah minimal merah.
Adapun penolpetilin tidak dapat digunakan karena trayeknya jauh di atas titik ekivalen.
Istilah dalam titrasi asam basa
1.
Pentiter = zat yang menitrasi suatu asam basa yang akan ditentukan
kemolarannya.
2.
Daerah perubahan pH drastis = daerah dimana penambah sedikit tetes pentiter
akan mengubah warna indikator asam basa.
3.
Titik ekivalen = titik dimana asam dan basa tepat habis bereaksi (jumlah mol)
4.
Titik akhir titrasi = titik dimana indikator asam basa mengalami
perubahan warna.
5.
Titran = zat yang akan diketahui kadarnya
6.
Indikator asam-basa = indikator asam basa yang baik untuk titrasi adalah yang
memiliki trayek pH yang berada pada atau sekitar titik ekivalen, serta
perubahan warna terlihat jelas dan tajam.
Adapun prosedur titrasi asam basa dapat dilakukan dengan
cara :
1. Asam yang
akan dititrasi ditetesi indikaror asam basa secukupnya.
2. Masukkan
pentiter berupa basa setetes demi setetes dari buret sambil menghitung.
3. Ketika
warna indikator berubah, hentikan titrasi (titik akhir titrasi).
Titrasi asam basa digunakan untuk
menentukan kadar atau konsentrasi suatu larutan. Jika salah satu laritan
diketahui molrtitasanya, molaritas larutan yang lain dapat diketahui atau
dihitung dengan rumus :
(N x V) asam = (N x V)
basa
(n x M x V) asam = (n x M x V) basa
Keterangan
N = normalitas (N)
n = valensi / jumlah ion H+ asam atau
asam ion OH- basa
M = molaritas (M)
V = volume larutan (mL)
Alat dan Bahan
Alat
-
Statif dan klem
-
Buret
-
Labu elemayer 250 mL
-
Pipet gondok 25 Ml
-
Pipet tetes
-
Gelas ukur
-
Gelas kimia 100 mL
-
Corong
-
Botol semprot
Bahan
-
NaOH
0,1 M
-
C2H2o4
0,1 M
-
HCl
0,1 M
-
PhenolPtalein
-
Aquades
-
Ekstark tumbuhan
VIII. Analisis Data
1. Penentuan Konsentrasi
Larutan NaOH dengan Larutan HCl (ditambah 4 tetes indikator phenolptalein)
Pada awal
percobaan, buret dicuci bersih dengan larutan NaOH. Setelah itu, larutan NaOH dimasukkan ke
dalam buret dan atur sampai tepat skala nol agar
mempermudah perhitungan volume larutan. Langkah selanjutnya adalah mengambil 10 mL asam oksalat (C2H2O4) dengan menggunakan pipet gondok dan diletakkan dalam labu Erlenmeyer dan ditambah
dengan 4 tetes indikator phenolptalein. Kemudian labu erlenmeyer yang berisi
larutan C2H2O4 diletakkan dibawah statif dan
klem yang selanjutnya ditetesi dengan larutan NaOH. Larutan NaOH dan larutan C2H2O4
0,05 M tidak berwarna sebelum direaksikan. Sebelum melakukan titrasi, catat kadaan
awal pada buret untuk mengukur volume NaOH yang dibutuhkan setelah reaksi.
Setelah itu, teteskan NaOH dari buret ke dalam larutan asam dengan hati-hati
sampai terjadi perubahan warna pada larutan menjadi merah muda (pink pudar). Perhitungan bisa menggunakan rumus :
n1 x M1
x V1 = n2
x M2 x V2
Percobaan pertama sampai percobaan ketiga dilakukan dengan cara
yang sama hanya pada percobaan kedua mencari konsentrasi larutan HCl dengan
penambahan larutan NaOH yang sudah diketahui dari percobaan pertama. Dan
percobaan ketiga mencari konsentrasi larutan HCl dengan menambahkan larutan
NaOH (yang sudah diketahui konsentrasinya) yang ditambah dengan 2 tetes
indicator ekstrak kunyit.
Pada percobaan yang pertama sebanyak 10 mL C2H2O4
0,05 M ditetesi sebanyak 2,2 mL NaOH dan hasil reaksi menyebabkan larutan
berubah warna menjadi merah fanta pekat. Dari data yang diketahui dan
dari percobaan yang dilakukan maka diperoleh konsentrasi NaOH, yaitu :
Diketahui :
n1 (valensi NaOH)
=
1
V1 (volume NaOH)
= 2,2 mL
n2 (valensi C2H2O4)
= 2
M2 (konsentrasi C2H2O4)
= 0,05 M
V2 (volume C2H2O4) =
10 mL
Ditanya : M1? =
Jawab :
n1 x M1 x V1 = n2 x M2
x V2
1 x M1 x 2,2 mL = 2 x
0,05 M x 10 mL
2,2 x M1
= 1
M1 =
= 0,454 M
Pada percobaan yang kedua sebanyak 10 mL C2H2O4
ditetesi sebanyak 1,6 mL NaOH dan hasil reaksi menyebabkan larutan
berubah warna menjadi merah fanta. Dari data yang diketahui dan dari
percobaan yang dilakukan maka diperoleh konsentrasi NaOH, yaitu :
Diketahui :
n1 (valensi NaOH)
=
1
V1 (volume NaOH) =
1,6 mL
n2 (valensi C2H2O4)
= 2
M2 (konsentrasi C2H2O4)
= 0,05 M
V2 (volume C2H2O4) =
10 mL
Ditanya : M1?
Jawab :
n1 x M1 x V1 = n2 x M2
x V2
1 x M1 x 1,6 mL = 2 x
0,05 M x 10 mL
1,6 x M1 = 1
M1 =
= 0,625M
Seperti percobaan pertama dan kedua, pada percobaan ketiga
sebanyak 10 mL C2H2O4 ditetesi sebanyak 1,3 mL
NaOH dan hasil reaksi menyebabkan larutan berubah warna menjadi merah muda
(pink pudar). Dari data yang diketahui dan dari percobaan yang dilakukan
maka diperoleh konsentrasi NaOH, yaitu :
Diketahui :
n1 (valensi NaOH)
=
1
V1 (volume NaOH)
= 1,3 mL
n2 (valensi C2H2O4)
= 2
M2 (konsentrasi C2H2O4)
= 0,05 M
V2 (volume C2H2O4) =
10 mL
Ditanya : M1?
Jawab :
n1 x M1 x V1 = n2 x M2
x V2
1 x M1 x 1,3 mL = 2 x
0,05 M x 10 mL
1,3 x M1 = 1
M1 =
= 0,769 M
Data
konsentrasi NaOH yang didapat dari percobaan pertama sampai ketiga adalah :
a. Percobaan
I : M = 0,454 M
b. Percobaan II
: M = 0,625 M
c. Percobaan III
: M = 0,769 M
Konsentrasi
rata – rata NaOH :
M =
(0,454 M + 0,625 M + 0,769 M) / 3
= 0,616 M
2. Penentuan Konsentrasi
HCl dengan Larutan NaOH (ditambah 4 tetes indikator phenolptalein)
Sebelum melakukan percobaan, buret yang telah dicuci bersih juga
dibilas menggunakan NaOH tujuannya agar buret
benar-benar terisi NaOH saja (tanpa campuran larutan lain). Lalu NaOH yang telah diketahui
konsentrasinya dimasukkan ke dalam buret dengan 10 mL. HCl dimasukkan ke dalam erlenmeyer
menggunakan pipet. Pada larutan HCl ditambahkan 4
tetes indikator phenolptalein. Sebelum melakukan titrasi, terlebih dahulu catat titik awal volume NaOH pada buret. Lalu HCl pada
erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH pada buret dengan hati-hati sehingga
terjadi perubahan warna larutan dari tidak berwarna hingga menjadi merah muda. Perhitungan bisa menggunakan rumus :
n1 x M1
x V1 = n2
x M2 x V2.
Pada percobaan yang pertama sebanyak 10 mL HCl yang belum
diketahui konsentrasinya di tambahkan dengan 4 tetes indikator
phenolptalein. Ditetesi sebanyak 1,2 mL NaOH dan hasil reaksi menyebabkan
larutan berubah warna menjadi merah muda pekat. Dari data yang diketahui
dan percobaan yang dilakukan maka diperoleh konsentrasi HCl, yaitu :
Diketahui
:
n1 (valensi NaOH) =
1
V1 (volume
NaOH)
= 1,2 mL
M1
(konsentrasi NaOH) = 0,616 M
n2
(valensi HCl)
= 1
V2
(volume HCl) = 10 mL
Ditanya
: M2?
Jawab
:
n1 x M1 x V1 = n2 x M2
x V2
1 x 0,616 M x 1,2 mL = 1 x M2 x 10 mL
0,739
= 10 x M2
M2
= 0,0739 M
Pada percobaan kedua sebanyak 10 mL HCl yang belum diketahui
konsentrasinya di tambahkan dengan 4 tetes indikator phenolptalein.
Ditetesi sebanyak 1,8 mL NaOH dan hasil reaksi menyebabkan larutan berubah
warna menjadi merah muda. Dari data yang diketahui dan percobaan yang
dilakukan maka diperoleh konsentrasi HCl, yaitu :
Diketahui
:
n1 (valensi NaOH) =
1
V1 (volume
NaOH)
= 1,8 mL
M1
(konsentrasi NaOH) = 0,616 M
n2
(valensi HCl)
= 1
V2
(volume HCl) = 10 mL
Ditanya
: M2?
Jawab
:
n1 x M1 x V1 = n2 x M2
x V2
1 x 0,616 M x 1,8 mL = 1 x M2 x 10 mL
1,108
= 10 x M2
M2
= 0,1108 M
Pada percobaan ketiga sebanyak 10 mL HCl yang belum diketahui
konsentrasinya di tambahkan dengan 4 tetes indikator phenolptalein.
Ditetesi sebanyak 0,9 mL NaOH dan hasil reaksi menyebabkan larutan berubah
warna menjadi merah muda. Dari data yang diketahui dan percobaan yang
dilakukan maka diperoleh konsentrasi HCl, yaitu :
Diketahui
:
n1 (valensi NaOH) =
1
V1 (volume
NaOH)
= 0,9 mL
M1
(konsentrasi NaOH) = 0,616 M
n2
(valensi HCl)
= 1
V2
(volume HCl) = 10 mL
Ditanya
: M2?
Jawab
:
n1 x M1 x V1 = n2 x M2
x V2
1 x 0,616 M x 0,9 mL = 1 x M2 x 10 mL
0,5544
= 10 x M2
M2
= 0,0554 M
Data
konsentrasi HCl yang didapat dari percobaan pertama sampai percobaan ketiga
adalah :
a. Percobaan
I
: M = 0,0739
M
b. Percobaan
II : M = 0,1108 M
c. Percobaan III
: M = 0,0554 M
Konsentrasi
rata – rata HCl :
M =
(0,0739 M + 0,1108 M + 0,0554 M) / 3
= 0,08 M
3. Penentuan Konsentrasi HCl dengan
Larutan NaOH (ditambah 2 tetes indikator ekstrak kunyit)
Pada percobaan ini, larutan
NaOH yang telah diketahui konsentrasinya dimasukkan ke dalam buret. 10 mL HCl
dimasukkan ke dalam erlenmeyer menggunakan pipet
gondok. Pada larutan HCl
ditambahkan 4 tetes indikator ekstrak tumbuhan (kunyit). Sebelum
melakukan titrasi, pastikan titik awal volume NaOH pada buret.
Lalu HCl pada erlenmeyer dititrasi dengan NaOH pada buret dengan hati-hati
sehingga terjadi perubahan warna larutan yang semula berwarna kuning menjadi
jingga (kuning kecoklatan). Percobaan ini seharusnya
dilakukan minimal 3 kali. Pada percobaan pertama volume NaOH yang didapat sebesar 1,1 mL
sehingga dengan menggunakan rumus n1 x M1
x V1 = n2
x M2 x V2 . Konsentrasi HCl yang diperoleh adalah sebesar 0,0677 M. Hasil
tersebut diperoleh dari perhitungan :
Diketahui
:
n1 (valensi NaOH) = 1
V1 (volume
NaOH)
= 1,1 mL
M1
(konsentrasi NaOH) = 0,616 M
n2
(valensi HCl)
= 1
V2
(volume HCl) = 10 mL
Ditanya
: M2?
Jawab
:
n1 x M1 x V1 = n2 x M2
x V2
1 x 0,616 M x 1,1 mL = 1 x M2 x 10 mL
0,677
= 10 x M2
M2
= 0,0677 M
IX. Pembahasan
Pada percobaan pertama dapat diperoleh konsentrasi
NaOH dari hasil titrasi dengan larutan asam oksalat (C2H2O4)
yang telah diketahui konsentrasinya (asam oksalat
sebagai larutan baku primer) yaitu 0,05 M yang ditambah dengan 4 tetes
indicator pp. Percobaan kedua dapat diperoleh hasil konsentrasi HCl dari hasil
titrasi larutan NaOH yang sudah diketahui konsentrasinya (NaOH sebagai larutan
baku sekunder) dari percobaan I yaitu 0,616 M ditambah dengan 4 tetes indikator
pp. Percobaan ketiga dapat diperoleh hasil konsentrasi HCl dari hasil titrasi
larutan NaOH yang sudah diketahui konsentrasinya dari percobaan I yaitu 0,616 M
ditambah dengan 2 tetes ekstrak kunyit.
Kemudian untuk mencari konsentrasi NaOH
dan HCl (percobaan I – III) dapat dicari dengan menggunakan rumus n1 x M1 x V1 = n2 x M2
x V2. Rumus
ini dapat digunakan ketika proses titrasi sudah
mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen ditandai ketika larutan sudah berubah warna.
Sebelum menentukan konsentrasi NaOH dan HCl, terlebih dahulu harus dicari
volume NaOH yang ada dalam buret. Volume NaOH dapat diketahui dari selisih
volume akhir larutan NaOH dengan volume awal (V = Vt – Vo).
Penentuan konsentrasi larutan NaOH, dilakukan sebanyak 3 kali. Perubahan warna
yang terjadi yaitu :
1. Percobaan I : Penentuan konsentrasi NaOH
dengan larutan asam baku oksalat ditambah dengan indikator pp.
a. Pengulangan I :
menghasilkan warna merah (+++)
b. Pengulangan II : menghasilkan
warna merah (++)
c. Pengulangan III :
menghasilkan warna merah muda (merah pudar)
2. Percobaan II : Penentuan konsentrasi HCl dengan
larutan NaOH dengan indikator pp.
a. Pengulangan I :
menghasilkan warna merah (++)
b. Pengulangan II : menghasilkan
warna merah (+++)
c. Pengulangan III :
menghasilkan warna merah muda (merah pudar)
3. Percobaan III : Penentuan konsentrasi HCl dengan
larutan NaOH dengan indikator ekstrak kunyit.
a. Pengulangan I : menghasilkan
kuning kecoklatan.
Pada percobaan pertama dan kedua kami mendapatkan perubahan
warna sampai merah fanta tidak menghasilkan warna merah muda. Hal ini
disebabkan karena dalam percobaan yang dilakukan, tetesan NaOH yang diberikan
melebihi batas titik ekivalen sehingga sampai di titik akhir titrasi dan
mengharuskan proses titrasi harus dihentikan.
Dalam percobaan ketiga, praktikan hanya melakukan satu kali
percobaan (tanpa pengulangan). Hal ini terjadi karena saat melakukan percobaan
III pengulangan pertama sudah mencapai titik ekivalen. Selain itu karena kurang
pengalaman dan ketrampilan praktikan dalam melakukan praktikum sehingga
praaktikan mengira bahwa ketika sudah sampai dititik ekivalen, maka sudah
diperoleh hasil titrasi yang sesuai dan tidak perlu pengulangan lagi. Praktikan
baru menyadari bahwa suatu pengulangan itu diperlukan untuk menguji keakuratan
atau ketepatan hasil – hasil percobaan dalam laboratorium.
Jenis titrasi yang telah dilakukan dalam percobaan
merupakan jenis titrasi penetralan karena merupakan reaksi penetralan
antara asam yang meliputi (asam oksalat, HCl) dan basa (NaOH).
Pada percobaan kedua dan ketiga dapat
diketahui konsentrasi HCl dengan melakukan titrasi dengan NaOH yang telah
diketahui konsentrasinya. Pada percobaan ini sama dengan percobaan sebelumnya.
Bedanya pada percobaan kedua ditambahkan indikator phenolptalein
pada HCl, sedangkan pada percobaan ketiga digunakan indikator ekstrak kunyit.
Kunyit dipilih dalam percobaan ini karena kunyit mempunyai trayek pH
yang sama dengan indikator phenolptaelin.
X. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh larutan NaOH dari hasil titrasi dengan 10 ml larutan
baku asam oksalat (C2H2O4)
0,05
M yaitu sebesar 0,616 M
dibulatkan menjadi 0,6 M. Sedangkan konsentrasi
larutan HCl
dari hasil titrasi dengan NaOH 0,6 M adalah sebesar 0,08 M
dengan indikator phenolptaelin (pp) dan pada
percobaan ketiga mencari konsentrasi HCl dengan indicator ekstrak kunyit
diperoleh konsentrasi sebesar 0,067 M dibulatkan menjadi 0,07 M.
XI. Jawaban Pertanyaan
Pertanyaan
1. Mengapa
pada titrasi larutan NaOH dengan asam oksalat menggunakan indikator
phenolptalein?
2. Apa
perbedaan titik ekivalen dengan titik akhir?
3. Pada
larutan di atas mana yang berfungsi sebagai larutan baku primer, larutan baku
sekunder dan larutan baku tersier?
Jawaban:
1. Fungsi
indikator adalah petunjuk untuk mengetahui perubahan pH dari suatu larutan. Indikator merupakan senyawa
khusus yang itambahkan pada larutan untuk mengetahui kisaran pH pada larutan
tersebut.
Pada proses titrasi
larutan NaOH dengan asam oksalat menggunakan indikator phenolptalein untuk
memberikan perubahan warna yang terlihat
mencolok
pada titik akhir titrasi. Larutan NaOH termasuk larutan basa kuat dan larutan
asam oksalat termasuk larutan asam lemah, apabila
larutan ini dititrasi
maka pH nya akan naik menjadi >7 (larutan
bersifat basa).
Sehingga indikator yang digunakan dalam percobaan ini adalah indikator
phenolptalein karena indikator ini memiliki rentang pH 8,20 -
10,00.
Indikator phenolptalein tidak berwarna dalam
bentuk HIn (asam) dan berwarna merah jambu dalam bentuk In- (basa). Dan pada titik akhir
titrasi, larutan akan berubah dari yang semula tidak berwarna menjadi berwarna
merah muda. Pada saat titik ekivalen tercapai, larutan
belum berubah warna apabila indicator yang digunakan adalah indicator pp.
2. Titik
ekivalen titrasi (titik kritis titrasi) adalah titik dimana
asam dan basa berada pada bersama-sama dalam proporsi stoikiometri, tanpa sisa.
Diana jumlah mol basa sama dengan jumlah mol asam.
Titik
akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada titrasi dan
proses titrasi sudah bisa dihentikan .
3. Larutan
baku primer adalah larutan yang telah diketahui
dengan tepat konsentrasinya melalui metode galvanometri (perhitungan massa),
yang bisa digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan lain yang belum
diketahui. Larutan baku primer juga memiliki nilai kemurnian yang tinggi. Sedangkan larutan baku sekunder adalah
larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat, bisa diketahui dengan cara melakukan titrasi terhadap larutan baku primer dan memiliki tingkat kemurnian yang lebih rendah daripada
larutan baku primer. Dan
larutan baku tersier adalah larutan standar yang konsentrasinya dapatt
diketahui dengan cara membandingkan
larutan baku sekunder.
Dalam percobaan ini, yang termasuk larutan
baku primer adalah asam oksalat. Yang termasuk larutan baku sekunder adalah
larutan NaOH dan yang termasuk larutan baku tersier adalah larutan HCl.
XII. Daftar Pustaka
Premono, Shidiq.dkk.2009.Kimia SMA/MA Kelas XI.Jakarta:PT Pustaka
Insan Madani
Sunarya, Yayan.dkk.2009.Mudah dan Aktif Belajar
Kimia.Jakarta:Setia Purna Inves
Tim Kimia Dasar.2015.Petunjuk Praktikum Kimia Umum.Surabaya:
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Negeri
Surabaya.
Lampiran Hasil Pengamatan
Komentar
Posting Komentar