TANGGUNG JAWAB DALAM MASYARAKAT SERTA KEWAJIBAN KEPADA ALLAH SWT
DAN SESAMANYA
Guru Pembimbing
M. Zakki Amrulloh, S.Pd.I
MAKALAH
Disusun oleh :
1.
Dewi
Anggraini
2.
Ferina
Umi Nadliroh
3.
Hastuti
Tri Ratna Ningrum
4.
Lailatul
Rodhianah
5.
Nisak
Luvi Mega Irawati
MA Unggulan Hikmatul Amanah
Tahun Pelajaran 2015/2016
PENDAHULUAN
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab.
Disebut demikian karena manusia selain sebagai makhluk sosial juga sebagai makhluk Tuhan. Manusia mempunyai tuntutan
yang besar untuk bertanggung jawab kepada Tuhan mengingat ia melakukan sejumlah
peranan dalam kehidupan.
Pengertian tanggung jawab menurut Ensiklopedia umum adalah :
kewajiban atau keharusan dalam melakukan tugas tertentu.
Sedangkan
menurut WJS. Poerwodarmito tanggung jawab adalah salah sesuatu yang menjadi kewajiban (keharusan) untuk
dilaksanakan, dibalas dan sebagainya.
Dengan demikian jika terjadi sesuatu maka
seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung segala sesuatunya. Oleh
karena itu manusia yang bertanggung jawab adalah manusia yang dapat menyatakan
diri sendiri bahwa tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum, sebab
baik menurut seseorang belum tentu baik menurut pendapat orang lain atau apa
yang dikatakan baik menurut pendapat dirinya ternyata ditolak oleh orang
lain.H[1]
Tanggung jawab bisa diartikan sebagai kewajiban
dalam melakukan tugas tertentu. Dengan perkataan lain, tanggung jawab adalah
sesuatu yang menjadi kewajiban sekaligus yang harus dilaksanakan. Secara
demikian tanggung jawab terkait dalam kondisi manusia, khusunya menyangkut
segala tingkah laku dan perbuatannya.H[2]
Dari
pengertian-pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa tanggung jawab
adalah sebuah kewajiban atau keharusan yang harus di lakukan setelah menerima
kepercayaan atau wewenang yang diberikan.
H[1]H M. Habib Mustafa, Ilmu Budaya dasar manusia dan Budaya,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hlm. 191-192
H[2]H Cheppy Hari Cahyono, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya-Indonesia:
Usaha Nasional, 1987), hlm. 135-136
BAB I
TANGGUNG JAWAB DALAM
MASYARAKAT
A.
Redaksi
dan Terjemah Ayat
QS. Al An’am :
70
وَذَ رِالَّذِ يْنَ اتَّخَذُوْادِيْنَهُمْ لَعِبًاوَلَهْوًاوَّغَرَّتْهُمُ
اْلحَيوةُ الّدُ نْيَاوَذَكِّرْبِه أًنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَامِنْ
دُوْنِ اللهِ وَلٍّيٌ وَّلاَ شَفِيْعٌ وَإِ نْ تَعْدِ لْ كُلَّ عَدْ لٍ لَّا يُؤْ خَذْ مِنْهَا قلي
اُولىكَ
الَّذِ يْنَ أُ بْسِلُوْا بِمَا كَسَبُوْا صلى لَهُمْ شَرَ ابٌ
مِّنْ حَمِيْمٍ وَعَذَابٌ أَلِيْمٌ بِمَا كَانُوْايَكْفُرُوْنَ
“Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan
agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau, dan mereka telah ditipu oleh
kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al Qur'an itu agar
masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya
sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak (pula) pemberi syafa'at
selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun,
niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang
dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka
(disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih
disebabkan kekafiran mereka dahulu.”[3]
B.
Tafsir
/ Penjelasan Ayat
Dalam
bergaul dengan sesama manusia, seorang mukmin bisa bertemu dengan banyak tipe
dan sifat manusia yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut mengharuskan perbedaan
pula dalam menyikapinya. Menghadapi orang yang taat dan berpegang teguh dengan
Islam, tentu berbeda dengan menghadapi orang suka melecehkan Islam dan
menjadikannya sebagai bahan ejekan dan olok-olokan. Perkara inilah di antara
yang dijelaskan oleh ayat ini.
[3] HUhttp://ibnukatsironline.blogspot.co.id/2014/08/tafsir-surat-al-an’am-ayat-70.htmlUH
diakses pada tanggal 03 Oktober
2015
Umat
Islam diberikan tuntunan bagaimana menghadapi orang-orang yang melecehkan
Islam.
Ayat ini diturunkan untuk memberi penegasan kepada Rasulullah SAW agar beliau
memutuskan hubungan dengan mereka (orang-orang yang mempermainkan agama) sambil
menyatakan berlepas diri dari segala perbuatan mereka itu. Sebelumnya
Rasulullah juga diperintahkan untuk menyampaikan petunjuk seperlunya dengan
cara menyampaikan ucapan-ucapan yang benar di telinga mereka. Akan tetapi, jika
mereka tetap membangkang dan tidak mau meninggalkan pekerjaan buruk mereka itu,
maka Rasulullah diperintahkan untuk segera meninggalkan mereka.
Bagi
orang-orang yang religius, penyembahan terhadap dunia dan sikap rakus atas
dunia adalah sebuah tindakan main-main. Sebaliknya bagi para pecinta dunia,
justru agama dan segenap aturan yang ada di dalamnya itulah yang menjadi obyek
permainan dan senda gurau.
Mereka kemudian bangga dan sombong atas permainan mereka itu. Karenanya,
mereka tidak pernah mau mendengarkan kata-kata kebenaran Rasulullah SAW. Yang
jelas, kewajiban kaum Mukminin dalam menghadapi orang-orang yang memahami
kebenaran tetapi mengingkari kebenaran itu adalah menjauhi mereka agar
kesesatan mereka itu tidak berbekas dalam diri kaum Mukminin.
Selanjutnya
Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya dan kaum muslimin untuk memberi peringatan
kepada mereka dengan ayat-ayat Al-Qur’an agar mereka tidak dimasukkan ke dalam
neraka karena perbutan nya sendiri. Mereka perlu diperingatkan bahwa pada hari
kiamat tidak ada seorangpun yang bisa member pertolongan dan syafa’at serta
menolak siksa dan kesengsaraan selain Allah SWT
Khithâb atau
seruan ayat ini ditujukan kepada Rasulullah SAW. Seruan itu berlaku juga untuk
seluruh umatnya. Isi seruannya adalah perintah untuk meninggalkan orang-orang
yang menjadikan dînahum (agama mereka) sebagai la’ib[an] (main-main)
dan lahw[an] (senda gurau). Yang dimaksud
dengan dînahum, sebagimana diterangkan al-Khazin, al-Alusi,
dan para mufassir, adalah Islam. Dikatakan agama mereka karena Islam merupakan
agama yang diperintahkan dan dibebankan atas mereka. Sedangkan menjadikan Islam
sebagai ‘la’ib[an] dan lahw[an], menurut al-Qurthubi
adalah istihzâ[an] (mengolok-olok) terhadap agama tersebut.
Tak jauh berbeda, al-Khazin juga memaknainya sebagai perbuatan yang meremehkan
dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan. Ditegaskan al-Baghawi dan
al-Jazairi, mereka adalah orang-orang kafir, yang ketika mendengarkan ayat-ayat
Allah SWT menertawakannya dan main-main.
Di
samping itu, mereka juga telah ditipu oleh kehidupan dunia. Menurut al-Alusi,
kehidupan dunia telah menipu dan membuat mereka tamak hingga mereka mengingkari
hari kebangkitan dan menganggap tidak ada kehidupan setelah kehidupan dunia;
dan mereka menertawakan ayat-ayat Allah SWT.
C.
Hikmah
atau pelajaran yang bisa diambil
1.
Orang-orang yang menjadikan agama sebagai bahan
ejekan dan olok-olokan akan terjerumus ke dalam api neraka.
2.
Memberi
peringatan terhadap orang-orang yang meremehkan agama Allah SWT.
3.
Dalam
masyarakat Islam, siapapun yang mempermainkan agama-Nya harus dijauhi, hingga
ia tidak bisa menyebarkan perkataan sesat di tengah masyarakat.
4.
Ketertambatan
kepada dunia bisa membuat orang mempermainkan agamanya. Hal itu
terkadang terlihat dalam bentuk pengingkaran dalam hal yang prinsip
seperti hukum-hukum Allah, atau dalam bentuk pencarian pembenaran agar bisa
lari dari hukum Allah tersebut.
5.
Mengetahui
bahwa tidak ada perlindungan dan syafaat
dari adzab yang diberikan kepada orang-orang yang mempermainkan agama
Allah SWT.
BAB II
KEWAJIBAN MANUSIA KEPADA ALLAH SWT DAN SESAMANYA
A. Redaksi
dan Terjemah Ayat
Q.S
An-Nisa’ ayat 36
وَاعْبُدُواْ الله وَلاَ
تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ
اِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَىِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارذِي الْقُرْبَىْ
والجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ قلى
إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَا نَ مُخْتَا لاً فَخُوْرًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.”
B. Tafsir
/ Penjelasan Ayat
Ayat ini diturunkan agar manusia
memahami kewajibannya sebagai seorang muslim. Yaitu menyembah Allah dan berbuat
baik kepada sesamanya.
Rosulullah
dalam sebuah hadits bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لمعاذ: "أتَدْرِي ما
حَقُّ الله على العباد ؟" قال: الله ورسوله أعلم. قال: "أن يَعْبدُوهُ
ولا يُشْرِكُوا به
شيئا"، ثم قال: "أتَدْري ما حَقُّ العبادِ عَلَى اللهِ إذا فَعَلُوا
ذلك؟ ألا يُعَذِّبَهُم"
Rasulullah SAW, berkata kepada
Mu’adz “Apakah kau tahu apa hak Allah SWT atas para hamba-Nya?” Mu’adz menjawab
“Allah dan Rasul-Nya lebih tahu” Rasulullah bersabda “Hendaknya mereka
menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” kemudian
Rasulullah SAW bertanya lagi “apakah kau tahu, apa hak hamba atas Allah SWT
jika mereka melakukan itu? Yaitu Dia (Allah) tidak menyiksanya”[4]
Dalam
ayat ini Allah SWT, memerintahkan untuk menyembah hanya kepada Allah SWT, dan
tidak menyekutukan-Nya. Maka sudah hak Allah SWT dari setiap hamba untuk
menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
‘Dekat dan
jauh’ disini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan dan
adapun yang muslim dan yang non muslim. Kemudian Ibnu sabil diartikan orang
yang dalam perjalanan yang bukan maksiat yang kehabisan bekal, termasuk juga
orang yang tidak diketahui ibu bapaknya. Dan orang-orang yang mengembara untuk
keperluan Islam dan Muslimin.[5]
Dalam
tafsir al-Qurthubi terdapat penjelasan bahwa syirik itu terbagi menjadi tiga
tingkatan yang kesemuanya diharamkan, yaitu sebagai berikut :
1.
Syirik dengan meyakini bahwa ada tuhan lain selain Allah SWT.
Syirik kategori ini adalah syirik a’dzom (syirik yang terbesar) syirik
jahiliyah dan syirik inilah yang dimaksud dalam firman Allah SWT :
إِنَّ
اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (an-Nisa’: 48).
2.
Syirik yang meyakini bahwa ada yang membuat tanpa campur tangan Allah
SWT, keyakinan seperti ini adalah keyakinan golongan qodariyah yang oleh imam
Qurthubi disebut sebagai majusinya ummat ini.
3.
Syirik yang ketiga ini adalah riya (pamer dalam beribadah) yaitu
seseorang yang mengerjakan sesuatu yang diperintah oleh Allah SWT, namun orang
ini mengerjakannya bukan karena Allah. Orang yang seperti ini tidak
[4] HUhttp://gurutpa-kampungdalam.blogspot.co.id/2014/03/tafsir-nisa-ayat-36.htmlUH diakses pada tanggal 03 Oktober 2015
[5] HUhttp://www.tafsir.web.id/search/label/Tafsir%20An%20NisaUH diakses pada tanggal 03 Oktober 2015
mendapat
pahala atas amalnya karena pahala amalnya diganti oleh pujian orang yang ia harapkan.
Dari ayat ini jelas bahwa manusia
sebagai makhluk sosial tidak hanya berkewajiban menyembah Allah SWT, akan
tetapi ia juga harus peduli terhadap masyarakat di sekitarnya, sehingga bisa
dikatakan bahwa ibadah seseorang tidak akan sempurna bila tidak dibarengi
dengan kepedulian terhadap masyarakat sekitarnya. Sebab kalau dilihat dari segi
bahasa, rangkaian perintah tadi menggunakan kata sambung wa (artinya=dan). Maksudnya,
kalau perintah menyembah Allah itu wajib maka berbuat baik kepada kedua orang
tua, kerabat, anak yatim, dan sebagainya juga wajib.
Ayat itu diakhiri dengan
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri”. Karena orang yang sombong senantiasa meremehkan
semua orang, memandang orang lain rendah dan hina. Sifat angkuh dan sombong
jelas akan menjauhkan seseorang dari masyarakat dan tidak disenangi oleh
masyarakat, sehingga akhirnya hubungan harmonis antar sesama manusia menjadi
sirna. Bila hubungan antar manusia tidak lagi berjalan dengan harmonis maka
hilanglah salah satu sifat manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu,
sifat sombong sangat dibenci oleh Allah SWT.
C. Hikmah
atau pelajaran yang bisa diambil
1. Memahami
bahwa kewajiban seorang muslim
secara garis besarnya ada tiga macam. Ketiga macam kewajiban tersebut adalah :
a.
Kewajiban
kepada Allah, yaitu menyembah dan tidak mempersekutukannya.
b.
Berbuat
baik kepada kedua orang tua
c.
Berbuat
baik kepada masyarakat, yaitu keluarga dekat, tetangga dekat dan jauh, orang
yang berada dalam perjalanan, dan berbuat baik kepada orang-orang yang berada
di bawah tanggungannya.
Komentar
Posting Komentar